Di saat menghadapi ujian dan tingkat perjuangan yang maha berat, Nabi
Muhammad SAW diperintahkan menjalani Mi’raj. Sebuah kabar gembira dan
kado istimewa dari langit untuk menghibur beliau yang tengah berduka
cita
Setelah wafatnya paman Nabi, Abu Thalib dan tidak berapa
lama kemudian disusul oleh isteri tercinta, Siti Khadijah. Baik Abu
Thalib maupun Siti Khadijah adalah dua orang sosok yang telah banyak
memberikan bantuan kepada Nabi, moril dan materiil. Kedua musibah itu
terjadi pada tahun 10 dari masa kenabian. Pada tahun itu dalam sejarah
disebut,”Aamul Huzni”(tahun kesedihan).
Pada saat yang bersamaan,
beliau juga menghadapi ujian yang maha berat dan tingkat perjuangan yang
sudah mencapai puncaknya. Gangguan dan hinaan, aniaya serta siksaan
yang dialami beliau dengan pengikut-pengikutnya juga semakin hebat. Maka
Nabi diperintahkan oleh Allah SWT menjalani Isra’ dan Mi’raj. Hari itu
adalah 27 Rajab pada tahun 621 M.
Pada tengah malam yang sunyi dan
hening, burung-burung malam diam membisu, binatang-binatang buas berdiam
diri, gemericik air dan siulan angin sudah tidak terdengar lagi. Ketika
itu Rasulullah SAW tengah berbaring di samping Ka’bah. Tiba-tiba ia
didatangi Malaikat Jibril dan Mikail. Keduanya lalu membawanya ke ke
serambi Masjidil Haram.
Jibril lalu berkata pada Mikail,”Bawakan aku
semangkuk air zamzam untuk mencuci hatinya dan melapangkan dadanya serta
mengangkat namanya.”
Mikail kemudian membawakan mangkuk emas yang
penuh dengan permata-permata dari cahaya, dan Jibril langsung menuangkan
semua isi mangkuk tersebut ke dada Nabi serta memenuhinya dengan
kebijaksanan, ilmu, keyakinan, dan iman kepada Allah SWT.
Setelah
selesai, Jibril langsung menutup dada beliau dengan khotamunnubuwah
(stempel kenabian) persis di antara dua pundaknya. Kemudian Jibril
membawa Buraq. Ia adalah seekor binatang berwarna putih, sedikit lebih
tinggi daripada seekor keledai tetapi lebih kecil daripada seekor unta.
Disamping
buraq, Malaikat Jibril berdiri dengan wajah yang putih bersih berseri
dan berkilauan seperti salju. Ia mengenakan pakaian yang berumbaikan
mutiara dan emas, lalu Jibril melepas ikat rambut, terurailah rambutnya
yang panjang itu. Dari sekelilingnya sayap-sayap berkilauan yang
beraneka warna. Tangannya memegang buraq, yang bersayap seperti garuda.
Hewan
itu membungkuk dihadapan Raulullah SAW. Ketika akan dinaiki oleh beliau
agak kesulitan, maka Jibril pun menaruh tangannya di atas punggung
Buraq yang bersinarkan cahaya. Lalu Jibril berkata,”Tidakkah engkau malu
wahai Buraq? Tidak ada mahluq yang pernah menaiki mu lebih mulia di
sisi Allah dari orang ini.”
Buraq pun malu sehingga bercucuran
keringat. Setelah tenang, Rasulullah SAW pun naik di atasnya bersama
Jibril, sambil berucap,”Bismillah wala haula quwata illa bilah.”
Sekali
melangkah, meluncurlah buraq itu bagaikan anak panah membumbung di atas
pegunungan Mekah, di atas pasir-pasir sahara menuju arah utara. Mereka
berdua lalu tiba di sebuah daerah yang memiliki banyak kebun korma.
Jibril lalu berkata,”Turunlah wahai Muhammad!”
Nabi pun turun dan
langsung menunaikan shalat dua rakaat atas perintah Jibril. Selanjutnya
mereka meneruskan perjalanan dan Jibril bertanya kepada Nabi,”Tahukah
engkau di mana barusan perjalanan dan Jibril bertanya kepada
Nabi,”Tahukah engkau di mana barusan engkau shalat?”
“Tidak,” jawab Nabi SAW.
“Wahai
orang yang bagus peranginya, engkau tadi shalat di tanah Thoiybah
(sekarang Madinah), di sanalah tempat hijrah nantinya,” kata Jibril.
Setelah terbang sebentar, lalu Jibril memerintahkan Buraq,”Turunlah di sini!”
Rasulullah SAW kemudian shalat dua rakaat dan mereka kembali melanjutkan perjalanan kembali.
Seperti biasa Jibril bertanya,”Wahai yang diutus rahmat, tahukah engkau di mana tadi engkau shalat?”
“Tidak,”
“Engkau tadi shalat di Madyan, di bawah pohon Nabi Musa, Kalimullah,”
Lalu
berhenti di gunung Thursina di tempat Tempat Tuhan berbicara dengan
Musa. Kemudian berhenti lagi di Bethlehem tempat Isa dilahirkan.
Sesudah
itu kemudian melanjutkan perjalanan dan mereka menjumpai sekelompok
manusia yang menanam dan memanen dalam sehari saja. Setiap kali mereka
memanen tanaman itu akan tumbuh seperti semula. Nabi SAW kaget dan
bertanya,
”Siapakah mereka wahai Jibril?”
“Mereka adalah
orang-orang yang berjihad di jalan Allah, pahala mereka dilipatgandakan
sampai 700 kali lipat dan siapakah yang tepat janjinya dari Allah.”
Kembali
mereka bertemu kelompok manusia yang aneh, kepala mereka dihantam batu
besar sampai pecah dan setiap kali pecah kepalanya kembali utuh seperti
semula.
Nabi SAW bertanya,”Siapakah mereka gerangan?”
“Mereka adalah orang yang kepalanya terasa berat jika diajak melaksanakan shalat.”
Setelah
itu mereka bertemu sekelompok manusia yang di bagian depan dan
belakangnya ada tambalan. Mereka digembalakan seperti onta, memakan
tanaman kering dan tanaman berduri. Nabi SAW bertanya,”Siapakah mereka
wahai Jibril?”
“Mereka adalah orang-orang yang tidak mau membayar zakat harta mereka, padahal Allah tidak pernah mendzalimi mereka.”
Pemandangan
aneh lain juga nampak, sekelompok orang di hadapan mereka ada daging
matang yang lezat tersedia dalam panci-panci. Di situ juga ada daging
mentah busuk yang mengeluarkan bau tak sedap, ternyata mereka makan
daging mentah dan busuk serta meninggalkan daging matang dan lezat.
“Apa maksudnya ini wahai Jibril?”
“Ini
adalah laki-laki dari umatmu yang memiliki wanita halal, tetapi malah
mendatangi perempuan lacur dan tidur dengannya sampai pagi. Demikian
juga dengan perempuan yang memiliki suami halal, tetapi tidur bersama
laki-laki keji dan menginap bersamanya dalam maksiat.”
Dalam
perjalanan berikutnya mereka melihat sebongkah kayu tergeletak di tengah
jalan, tidak seorang pun yang lewat kecuali kayu tersebut dapat
mengoyak baju serta menghalangi pejalan kaki yang melewatinya. Melihat
hal aneh tersebut, Nabi SAW bertanya,”Apa maksudnya ini, Jibril?”
“Ini
adalah perumpamaan sekelompok kaum dari umatmu yang duduk-duduk di
jalanan untuk menggosip, mengadu domba dan mengganggu,” jawab Jibril
menjelaskan seraya membaca sebuah ayat dalam Al-Qur’an.
Dalam
perjalanan itu Nabi juga melihat seorang laki-laki berenang di sebuah
sungai darah dan menelan bebatuan terbuat dari api.”Apa ini wahai
Jibril?”
“Ini adalah pemakan riba yang telah diharamkan oleh Allah SWT,”jawab Jibril.
Selanjutnya
ada seorang laki-laki yang mengumpulkan beberapa ikat kayu bakar tetapi
tidak mampu membawanya,”Apa maksud kejadian ini wahai Jibril?”
“Ini
adalah laki-laki dari umatmu yang membebani dirinya dengan amanat-amanat
manusia. Padahal sebenarnya dia tidak mampu untuk melaksanakannya,
tetapi dia memaksakan diri untuk menambah amanat-amanat lainnya,” terang
Jibril.
Kemudian Nabi SAW bertemu sekelompok orang yang lidah dan
bibir mereka digunting dengan gunting besi. Setiap kali digunting
langsung kembali seperti semula. Nabi SAW bertanya,”Siapakah mereka
wahai Jibril?”
“Mereka adalah para penceramah dari umatmu yang
berkata sesuatu yang tidak mereka kerjakan tanpa perhatian dan cegahan,”
kata Jibril.
Nabi SAW juga melewati sekelompok kaum dari umatmu yang
memiliki kuku dari timah, dengan kuku tersebut mereka mencabik-cabik
muka dan dadanya sendiri, mereka benar-benar tersiksa dengan hal itu.
Siapakah mereka?”
“Mereka adalah orang-orang yang memakan daging-daging manusia dan mengganggu kehormatan mereka.” kata Jibril.
Nabi
SAW juga melihat seekor kerbau besar keluar dari lubang kecil dan ingin
kembali masuk ke lubang tersebut tapi sama sekali tidak bisa. Beliau
lalu bertanya,”Apa maksudnya ini wahai Jibril?”
“Ini adalah seorang
lelaki dari umatmu yang mengeluarkan kata-kata jelek kemudian menyesal
atas ucapannya tetapi tidak mampu menarik omongannya yang sudah
terlanjur keluar.”
Tak berselang berapa lama kemudian ada seseorang yang memanggil-manggil beliau dari arah kanan,”Wahai Muhammad, tataplah aku!”
Tetapi Nabi SAW tidak menghiraukannya karena hikmah dan tuntunan dari Allah SWT.
Beliau bertanya,”Apakah itu wahai Jibril?”
“Itu adalah panggilan Yahudi, andaikata engkau tadi menjawabnya, maka seluruh umatmu akan menjadi Yahudi,”jawab Jibril.
Setelah itu muncul lagi panggilan dari sebelah kiri,”Wahai Muhammad tataplah aku.”
Sebagaimana
yang panggilan yang pertama, Nabi SAW tidak menghiraukannya sama
sekali. Kemudian beliau bertanya,”Apakah itu wahai Jibril?”
“Itu adalah panggilan Nasrani. Seandainya engkau penuhi panggilan tersebut, maka umatmu akan menjadi Nasrani.”
Beliaupun
meneruskan perjalanan dan tiba-tiba ada seorang perempuan yang
menyingsingkan kedua lengan bajunya memanggil, ”Wahai Muhammad tataplah
aku.”
Nabi SAW tidak menghiraukannya karena dia itu adalah dunia,
Jibril berkata, ”Kalau seandainya engkau menjawab panggilan itu maka
seluruh umatmu akan lebih memilih dunia dari pada akhirat.”
Beliau juga dipanggil oleh seorang tua yang berada di pinggir jalan,”Muhammad kemarilah.”
Namun Jibril langsung bekata,“Teruslah berjalan wahai Muhammad!”
“Siapakah dia itu?”
“Dia
itu Iblis,” jawab Jibril sambil melanjutkan,“Ia ingin kamu melenceng
dan mengikuti dakwahnya karena dia adalah musuh Allah.”
Nabi SAW
masih meneruskan, tiba-tiba ada seorang wanita tua yang sudah
sakit-sakitan berada di samping jalan memanggil beliau,”Muhammad,
pandanglah aku.”
Nabi SAW kemudian bertanya,”Siapakah dia, Jibril?”
“Sungguh
tidaklah tersisa dari umur dunia kecuali seperti yang tersisa dari umur
perempuan tua yang sudah rapuh dimakan usia ini.“
Lalu mereka
meluncur lagi ke udara bersama Buraq hingga tiba di Baitul Maqdis.
Setelah itu beliau pun mengikat Buraq pada sebuah cincin yang biasa
dikenakan oleh para nabi. Kemudian beliau masuk ke dalam Masjid lewat
pintu Yamaniyah. Bersama Jibril, beliau mengerjakan shalat tahiyatul
masjid. Tak lama berselang, seorang muadzin mengumandangkan adzan.
Jibril lalu menuntun Nabi SAW untuk menjadi imam shalat dua rakaat di
dalamnya bersama Ibrahim, Musa dan Isa. Seusai shalat para Nabi memuji
Allah SWT.
Nabi SAW lalu bersabda, ”Masing-masing dari kalian memuji Tuhan-Nya dan aku pun memuji Tuhanku, Allah SWT.”
Nabi
melanjutkan kembali khutbahnya, ”Segala puji bagi Allah yang telah
mengutusku sebagai rahmat bagi seluruh manusia, sebagai pemberi kabar
gembira dan peringatan. Allah telah turunkan ayat-ayat Qur’an kepadaku.
Dan umatku dijadikan umat yang tengah-tengah, merekalah yang pertama dan
terakhir. Allah telah melapangkan dadaku, meninggikan sebutanku,
menjadikanku pembuka dan penutup para nabi-nabi-Nya.”
Selesai
berkhutbah, Nabi SAW keluar dari masjid, lalu Jibril membawakan
secangkir susu dan khamer, Nabi Muhammad SAW memilih secangkir susu.
Lalu Jibril berkata: “Engkau telah memilih fitrah. Yakni watak yang
selamat. Andaikata engkau memilih khamer, tentulah umatmu akan sesat, ”
kata Jibril.
Menuju langit ketujuh
KEMUDIAN setelah itu,
dibawakannya sebuah tangga yang dipancangkan di atas batu Ya’qub. Dengan
tangga itu Muhammad cepat-cepat naik ke langit. Kemudian Jibril naik ke
atas bersama Nabi Muhammad SAW menuju langit pertama. Jibril
memerintahkan langit pertama terbuka dan terdengar suara,”Siapakah
gerangan?”
“Jibril,” jawab Malikat Jibril.
Terdengar suara lagi,”Siapakah gerangan bersamamu?”
Jibril menjawab:”Muhammad.”
Terdengar lagi suara,”Adakah ia seorang Rasul?”
Jibril
menjawab, ”Ya Muhammad Rasulullah, lalu pintu terbuka bagi kami. Saya
bertemu Adam yang menyambutku dan mengucapkan salam kepadaku. Kemudian
kami ke langit kedua, dan Jibril memerintahkan agar langit kedua
terbuka.
Terdengarlah suara:”Siapakah gerangan?”
Jibril menjawab:”Muhammad”
Terdengar langi suara:”Adakah ia seorang Rasul?”
Lalu Jibril menjawab lagi:”Ya Muhammad Rasulullah.”
Kemudian
pintu pun terbuka bagi Muhammad dan Jibril. Mereka disambut Isa putra
Maryam dan Yahya Ibn Zakaria. Setelah mengucap salam, Muhammad dan
Jibril naik ke langit ketiga dan terjadi seperti sebelumnya. Pintu
terbuka dan bertemu dengan Nabi Yusuf.
Selepas mengucap salam,
mereka naik ke langit keempat dan bertemu dengan Nabi Idris. Pada langit
kelima mereka bertemu dengan Harun As. Lalu dilanjutkan ke langit
keenam dan mereka berjumpa dengan Nabi Musa As. Selanjutnya naik lagi ke
langit ketujuh dan mereka berjumpa dengan Ibrahim As.
Nabi Muhammad
dan Jibril bertemu dengan Ibrahim yang tampak kurus sedang menjaga
Baitul Ma’mur (rumah yang banyak dikunjungi). Setiap hari 70.000
malaikat berkunjung kepadanya.
Kemudian Jibril mengantarkan Muhammad
lagi ke sebuah pohon di Sidratul Muntaha, daunnya mirip telinga gajah
dan buahnya mirip bejana yang terbuat dari tembikar. Ketika itu perintah
Allah menyelimutinya, maka tidak satupun dari mahluknya yang mampu
menggambarkan keindahannya.
Kemudian Allah mewahyukan apa yang telah
Dia wahyukan. Allah SWT menetapkan kewajiban atas Nabi Muhammad SAW 50
salat dalam sehari semalam. Nabi Muhammad SAW kemudian turun dan bertemu
dengan Musa dan dia bertanya,”Apa yang telah ditetapkan Allah sebagai
kewajiban terhadap umatmu?”
Rasulullah SAW menjawab,”50 salat,”
“Kembalilah
kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan! Umatmu tidak akan mampu
melakukannya. Saya telah mencobakan hal itu kepada Bani Israil dan aku
memberikan saran kepadamu berdasarkan pengalamanku,” kata Musa.
Rasulullah kemudian kembali menjumpai Allah dan berkata,”Ya Tuhanku, kurangilah kewajiban tersebut demi umatku.”
Lalu
Allah mengurangi lima salat. Dan Nabi Muhammad SAW dan bertemu Nabi
Musa kembali sambil menceritakan bahwa Allah SWT telah mengurangi lima
salat. Musa menjawab,”Umatmu tidak akan sanggup melakukannya, jadi
kembalilah kepada Tuhanmu mintalah keringan.”
Nabi Muhammad SAW
berkali-kali naik turun menemui Musa hingga akhirnya Allah berfirman:
“Muhammad, sekarang tinggallah lima salat untuk dikerjakan dalam sehari
dan semalam. Masing-masing salat setara sepuluh salat, sehingga lima
salat tersebut sepadan dengan 50 salat. Siapapun yang berniat melakukan
kebajikan, kemudian ia tidak mengerjakannya, ditulis baginya satu
kejahatan.
Ketika Nabi Muhammad SAW turun ke langit keenam di mana tempat Musa berada.
”Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah pengurangan!” perintah Musa.
“Saya
telah berulang kali menghadap Tuhan dan memohon pengurangan
sampai-sampai saya malu di hadapan-Nya,” jawab Nabi Muhammad SAW.
Nabi
Muhammad SAW yang telah menerima perintah salat lima waktu itu pun
kemudian bergegas dengan Jibril meninggalkan Musa dan mengunjungi Surga.
Jibril pun menerangkan tentang keberadaan surga yang disediakan bagi
manusia-manusia beriman sesudah mereka dibangkitkan.
Kemudian Nabi
SAW kembali menuju tangga yang membawanya kembali ke bumi. Buraq pun
dilepaskan, maka ia pun kembali dari Baitul Maqdis menuju Mekah.
AST, Al-Bisyr Wa Al-Ibtihaj fi Qissah Al-Isra’ wa Al-Mi’raj