Minggu, 09 Desember 2018
Jaminan Masuk Surga
Jaminan Masuk Surga
Oleh: Aji Setiawan, ST
Purbalingga-Minggu pagi itu, 9 Desember 2018, jamaah pengajian rutinan Ahad Pagi Forum Komunikasi Tokoh NU (FKTNU) Bukateja menggelar acara pengajian dengan mengundang tiga pembicara yakni KH Shodri Munir, Ustadz Achmad Fauzi dan KH Abror Mushodiq (Pengasuh Ponpes Darul Abror, Kedungjati-Bukateja-Purbalingga Jawa Tengah).
Acara yang berlangsung di Halaman Masjid Al Hikmah, Pelemahan, Desa Majasari , Bukateja berlangsung sangat meriah. Ribuan warga NU tumplek blek berdatangan sejak ba’da Subuh. Jamaah yang memadati baik dalam masjid sampai meluber ke halaman dan jalan raya sekitar masjid Al Hikmah, Majasari.
Ribuan kendaraan diatur secara rapi sejak dari datang, parkir kendaraan oleh barisan Ansor, Banser NU Bukateja, ada sekitar sampai 2 kilometer kendaaraan terparkir baik roda dua maupun roda empat di sepanjang Jalan Menuju Masjid Al Hikmah RW 3, Majasari, Kec Bukateja, Kabupaten Purbalingga.
Tabligh akbar Forum Tokoh NU (FKTNU) Bukateja adalah forum pengajian yang berlangsung setiap setengah bulan sekali dan diikuti oleh ribuan jamaah warga nahdliyin. Banyak sekali permintaan dan pesanan dari Mushola dan Masjid di sekitar Bukateja untuk menjadi tuan rumah pengajian. Sudah setahun ini jadwal pengajian terjadwal keliling dan selalu penuh oleh jamaah
Acara dimulai dengan pembacaan Ratib Hadad, berlanjut dengan Tahlill bersama dipimpin Kyai Alim Al Habib berlanjut Ke-Nu-an oleh Ustadz Achmad Fauzi yang membahas tentang hutang piutang dan amalan apa yang diperbolehkan oleh wanita yang sedang mentruasi.
Acara kemudian berlanjut dengan pengumuman ke NU an oleh H Muhtamil, SAg. Dalam kesempatan ketiga, H Muhtamil mengumumkan bahwa kegiatan mendatang pada Ahad pagi 30 Desember 2018 ada di Masjid Nurul Huda, Desa Kutawis Lor, Kec Bukateja Kab Purbalingga .
Pembicara utama , KH Shodri Munir dari Dukuh Teya, Desa Wirasaba menguraikan tentang sabda Rasulullah SAW yang menjamin 3 golongan yang masuk surga; “Pertama, orang yang welas asih dengan orang meninggal; kedua, mau datang ke tempat pengajian/majlis taklim dan ketiga, jangan sampai ada iri dan dengki,” kata KH Shodri Munir.
Dilanjutkan bahwa kelak di hari kiamat , lanjut KH Shodri, sebelum Rasulullah SAW memberikan syafaatnya, ada 6 rombongan yang akan masuk surga; (1) pemimpin yagn adil; (2)orang kaya yang dermawan; (3)anak muda yang takut dosa;(4) orang fakir yang sabar;(5) wanita yang hati-hati dan menjaga kehormatannya; dan keenam, orang alim yang mengamalkan ilmunya.
Acara FKTNU Bukateja dipungkasi oleh pembicara terakhir, KH Abror Mushodiq tentang keutamaan Majlis Taklim atau pengajian. “Menghadiri majelis taklim atau pertemuan agama yang mengajarkan Alquran dan sunah, menurut pemahaman para sahabat, akan menambah ilmu, keimanan, dan ketakwaannya. Di samping juga pada akhirnya sanggup menambah amal kebaikannya kelak, kata KH Abror Mushodiq.
Dilanjutkan Kyai Abror, adalah salah seorang sahabat yakni Abdullah ibnu Rawahah RA, di manapun bertemu dengan sahabat Nabi SAW lainnya, selalu berkata, ''Mari, mari kita percaya pada Allah setiap saat.''
Saat mendengar hal tersebut Nabi SAW bersabda, ''Semoga Allah memberikan rahmat kepada Ibnu Rawahah, karena ia mencintai perkumpulan-perkumpulan yang para malaikat merasa perlu untuk hadir.''
“Begitu mulia kedudukan majelis ilmu, hingga Rasulullah menyebutnya akan diikuti pula oleh para malaikat. Tak hanya itu, beliau bahkan mengistilahkan majelis ilmu sebagai taman-taman surga,” lanjut KH Abror Muhodiq.
Nabi SAW bersabda, '”Apabila kalian berjalan melewati taman-taman Surga, perbanyaklah berzikir.'' Para sahabat bertanya, ''Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud taman-taman surga itu?'' Nabi menjawab, ''Yaitu halaqah-halaqah zikir (majelis ilmu).'' (HR at-Tirmidzi , Ahmad dari Shahabat Anas bin Malik ra.
Acara kemudian dilangsung ditutup dengan doa oleh KH Abror Mushodiq (Pengasuh Ponpes Darul Abror, Kedungjati-Bukateja-Purbalingga Jawa Tengah).(***) aji
Full Name: Aji Setiawan, ST
Born: October 1, 1978
Home Address: Cipawon, 6/1, Bukateja, Central Java Purbalingga 53 382
,
Tel NO: 081229667400
E-mail: aji_setiawan2000@yahoo.com
Simpedes BRI no : 372001029009535
Rabu, 28 November 2018
Alat Peraga
Pencermatan Data Pemilih dan Penyerahan Alat Peraga Kampanye
Purbalingga-Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Purbalingga dan Banwaslu Purbalingga, Jawa Tengah menyerahkan alat peraga kampanye kepada peserta Pemilu 2019 berupa spanduk dan Baliho pada Selasa, 27 November 2018.
Dalam kesempatan tersebut, dijelaskan bahwa masing-masing parpol akan menerima baliho sejumlah 10 (sepuluh) lembar dan untuk spanduk sejumlah 16 (enam belas) lembar.
“Dari total spanduk dan Baliho yang diserahkan itu, juga diserahkan spanduk lembar kepada tim kampanye calon presiden dan calon wakil presiden tingkat Kabupaten Purbalingga serta alat peraga untuk DPD perseorangan yang akan mewakili DPD Jawa Tengah,” ujar Ketua KPU Kabupaten Eko Setiawan usai menyerahkan alat peraga kampanye di aula KPU Purbalingga.
Selain penyerahan alat peraga sekaligus juga dilakukan pencermatan data pemilih tetap perubahan tahap 2 (DPPT) tahap 2 pada acara yang dihadiri oleh Ketua dan Anggota Komisioner KPU kabupaten Purbalingga, Perwakilan Parpol Peserta Pemilu Tahun 2019 , Lo Calon DPD Jawa Tengah dan dari Bawaslu Kabupaten Purbalingga. . DPC PPP Purbalingga mewakilkan pada rapat pleno KPU Purbalingga 2 utusan yakni Ketua Law Oficcer DPC PPP Purbalingga Aji Setiawan, ST dan Dasroh Zamroni, Wk Sekretaris DPC PPP.
Sementara Baliho dan Spanduk masih dititipkan di KPU Purbalingga karena DPC PPP Purbalingga masih belum ada dana . “Masing-masing caleg PPP Purbalingga sudah memasang sendiri alat peraga di tempat-tempat strategis. Sementara Baliho dan Spanduk PPP yang dari KPU masih dititipkan di KPU Purbalingga, karena beratnya sampai 1 kwintal dan dana pemasangannya kita juga masih terkendala, masih menunggu dana BOP (Dana Operasional Partai) DPC PPP Purbalingga, turun. Insya Alloh dalam minggu-minggu ini, semua kendala bisa teratasi terutama soal dana Partai, karena kita masih patungan (nomboki),” kata Aji Setiawan, ST yang juga Wakil Sekretaris DPC PPP Purbalingga.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum ( KPU) Hasyim Asyari menyebut, setidaknya ada tiga hal yang harus diperhatikan seluruh peserta pemilu, baik Pemilu Presiden maupun Pemilu Legislatif, terkait alat peraga kampanye. Pertama, materi kampanye harus memperhatikan visi, misi, dan program yang ditawarkan peserta pemilu. Materi tersebut yang nantinya harus dimuat dalam APK. "Mereka masing-masing punya visi, misi, dan program kerja. Itu silahkan dikonstruksikan dan didesain (untuk APK) sesuai dengan ideologinya atau sesuai dengan visi partai masing-masing," kata Hasyim.
Kedua, APK harus memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang tertuang dalam undang-undang maupun Peraturan KPU (PKPU). Misalnya, penyampaian pesan kampanye dalam APK dilarang menyebarkan fitnah, menyerang orang atau pihak lain, dan bermuatan SARA. Sesama peserta pemilu diimbau untuk saling membangun citra diri yang baik di hadapan publik. Hal itu penting untuk diperhatikan, supaya kampanye tidak menimbulkan persoalan, terlebih konflik. “Kalau kemudian dipersepsikan masyarakat menjadi tidak baik, itu kan kemudian menjadi problem tersendiri, verifikasinya menjadi berkepanjangan, kegiatan kampanye konsentrasinya menjadi buyar,”ujar Hasyim.
Terakhir, Hasyim berpesan supaya seluruh peserta pemilu dapat memanfaatkan masa kampanye dengan baik. Terhitung sejak 23 September 2018 hingga 13 April 2019 mendatang, peserta dapat mamaksimalkan penggunaan masa kampanye melalui sejumlah metode atau media yang telah diatur oleh KPU.
Alat Peraga
DPC Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Kab Purbalingga Jawa Tengah mengimbau para calon legislatif PPP untuk menertibkan alat peraganya kampanyenya sendiri, khususnya baliho yang terpasang di tempat atau zona bebas alat peraga.
“Kami sudah memberikan himbauan kepada para caleg agar bisa memberikan contoh kepada caleg lainnya agar tidak memasang alat peraga kampanye di sembarang tempat yang bisa membuat masyarakat menjadi terganggu,” kata Aji Setiawan, ST, Wakil Sekretaris DPC PPP Purbalingga.
Menurut Aji Setiawan, dirinya berstatus sebagai Caleg PPP DPRD Purbalingga 1 no urut 1 memilih tidak memasang alat peraganya pada tempat-tempat yang sudah diatur oleh Peraturan Bupati dan Aturan KPU, seperti di depan masjid, tempat pendidikan dan lahan-lahan pemerintah.
“Kalaupun memasang Baliho atau alat peraga kampanye ijin dengan lahan warga serta mohon dipasang di tempat-tempat strategis sehingga dalam pemilu kali ini, Pemilu 2019 bisa dijadikan wisata politik dan menjadi sekaligus sarana untuk melakukan pendidikan politik, mencerdaskan dan memupuk cinta tanah air dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata Aji Setiawan, ST.
Lebih lanjut, tindakan ini dilakukan agar caleg dari partainya tersebut bisa mengikuti jejaknya karena untuk menarik simpatik dari masyarakat bukan hanya menggunakan alat peraga saja, tetapi harus langsung turun ke masyarakat dan mendengarkan apa yang menjadi keluhan dari mereka sekarang ini.
Selain itu, fungsi alat peraga cukup kecil untuk mendongkrak popularitas si caleg tersebut bahkan bisa menurunkan pamornya karena bisa saja ada warga yang terganggu dengan pemasangan alat peraga tersebut. Maka dari itu, pihaknya juga mengimbau kepada caleg dan timnya agar bisa menertibkan seluruh alat peraga yang masih terpasang.
“Walapun dengan adanya aturan tentang pemasangan baligho ini bisa merugikan kami sebagai caleg, tapi saya hanya mengambil hikmahnya saja karena dengan cara langsung terjun ke masyarakat akan lebih mudah mendapatkan simpatik dari pada hanya memasang baligho atau alat peraga saja,” tambahnya.
Garap pemilih Pemula
Pemilihan Umum 2019 akan berlangsung pada 17 April 2019, momentum bagi rakyat untuk secara langsung menentukan wakil rakyat sesuai dengan aspirasi/keinginan rakyat. DPC PPP Purbalingga memandang perlunya menyosialisasikan kesadaran politik bagi pemilih pemula (penduduk yang tepat berusia 17 tahun pada 17 April 2019) agar melindungi dan menggunakan hak pilihnya secara benar dan bertanggung jawab.
“Untuk itu bagi para pemilih pemula, atau pemuda -pemudi yang merasa umurnya sudah 17 tahun, dan merasa belum terdaftar dalam daftar pemilih agar segera memastikan diri menjadi terdaftar dan bisa menggunakan hak pilihnya pada Pemilu mendatang dengan melihat Daftar Pemilih Tetap yang telah terpampang di TPS dan Balaidesa. Apabila belum terdaftar namanya segera melapor ke Panitia Pemilihan Suara setempat (tingkat desa) dengan membawa NIK (Kartu Keluarga) dan sekaligus mengurus E-KTP elektronik atau perekaman data KTP elektronik ke Balai Desa dengan terlebih dahulu mengurus E-KTP melalui RT dan RW setempat,” kata Aji Setiawan, ST , Wakil Sekretaris DPC PPP Purbalingga Jawa Tengah.
Ditambahkan, di Purbalingga ini masih ada sekitar 21000-an pemilih pemula (pemilih yang berpontesi berumur 17 tahun) atau sekitar 2,8 % dari total jumlah pemilih yang berusia tepat 17 tahun.”Untuk itu, DPC PPP Purbalingga menghimbau Caleg-caleg PPP, Segenap Pengurus dan Sukarelawan PPP untuk memberitahu dan membantu pemilih pemula tersebut agar terdaftar sebagai pemilih pada pemilu 2019.
“Kendalanya memang banyak, di mana pemilih pemula masih dipengaruhi oleh kebiasaan, ataupun sekedar ikut-ikutan saja, hal ini sangat memprihatinkan, mengingat pemilih pemula inilah sebagai generasi penerus khususnya yang ada di daerah.Oleh karena itu kesadaran masyarakat umumnya masih ditentukan oleh pendidikan politik yang diterima oleh masyarakat, khususnya pemilih pemula,” sambung Aji Setiawan, ST yang juga adalah Caleg PPP no urut 1 PPP Dapil 1 Purbalingga (Bukateja, Kemangkon dan Purbalingga).
Karenanya segenap kader PPP dihimbau untuk mengintesifkan pendidikan politik yang diterima oleh masyarakat, menentukan kesadaran pemilih pemula untuk memberikan hak suaranya dengan benar. ”Pendidikan politik atau cara memilih yang benar dan sah sebagai suatu proses dalam berbagai kesempatan, diharapkan dapat dijadikan proses pembelajaran untuk memahami kehidupan bernegara. Masih ada waktu sampai 5 Desember 2018 untuk perbaikan terakhir Daftar Pemilih Tetap (DPT),” lanjut Aji Setiawan, ST.
Untuk menyambut pemilu 2019, Tim Pemenangan PPP Dapil 1 Purbalingga tengah menyiapkan “Pemilu Raya PPP” pada awal tahun 2019 dengan cara menyebar kartu suara pada masyarakat, ”Pendidikan politik perlu ditingkatkan sebagai kesadaran dalam berpolitik akan hak dan kewajiban sebagai warga negara, sehingga masyarakat diharapkan ikut serta secara aktif dalam kehidupan kenegaraan dan pembangunan. Ini adalah momentum untuk memilih wakil rakyat yang diidam-idamkan dan menjadi media informasi serta meningkatkan partisipasi pemilih pada Pemilu 2019,” pungkas Aji Setiawan, ST mengakhiri perbincangan (***)
Rabu, 31 Oktober 2018
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بسم الله الحمد لله الصلاة والسلام على سيدنا ومولانا وحبيبنا وشفيعنا محمد رسول الله
وعلى اله وصحابته ومن تبع سنته وجماعته من يومنا هذا إلى يوم النهضة. أما بعد
Minta dukungan , doa restu serta kerjasama,
Saya tidak mungkin akan membuat baliho, stiker atau kalender apalagi bagi-bagi uang, berita hoax, ujaran kebencian serta at ribut lainnya.
Dengan segala kerendahan hati, seraya mengucap:
بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
Bismillah…..
Insyaallah saya bisa menjadi PILIHAN Anda dan keluarga serta teman atau bisa jadi rekan kerja saudara dalam menyampaikan aspirasi untuk menjadikan Purbalingga Perwira, Mandiri, Damai, Gemah Ripah Loh Jinawi, Toto Tentrem Kertorahajo, dan Makmur yang Baldatun Thoyibatun Warobun Ghofur.
Dan Insyaallah 17 April 2019 nama saya tercetak di Kartu suara DPRD II Kabupaten Purbalingga (pelet warna Hijau) dlm Pemilu 2019 di Kolom nomer 10 PPP nomer urut (01) atas nama AJI SETIAWAN, ST DAPIL 1 ( Bukateja, Purbalingga, Kemangkon).
::::::::::TEGUH BERHIDMAT UNTUK BANGSA DAN NEGARA::::::::
Terimakasih banyak atas atensi dan perhatian dengan forum ini, selamat bekerja dan sukses selalu di manapun berada
شكرا ودمتم في الخير والبركة والنجاح
والله الموفق إلى أقوم الطريق
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Aji Setiawan, ST
081229667400
Selasa, 23 Oktober 2018
FKTNU di Cipawon 21 Oktober 2018
Menapaktilasi Hari Santri Nasional
Oleh: Aji Setiawan, ST
Purbalingga-Minggu pagi itu 21 Oktober 2018, jamaah pengajian rutinan Ahad Pagi Forum Komunikasi Tokoh NU (FKTNU) Bukateja menggelar acara pengajian dengan mengundang empat pembicara yakni KH Basyir Fadlulloh, MPdI, Ustadz Ismanto (Bajong), H Muhtamil, SAg (mewakili Panitia FKTNU) dan KH Abror Mushodiq (Pengasuh Ponpes Darul Abror, Kedungjati-Bukateja-Purbalingga Jawa Tengah).
Acara yang berlangsung di Halaman Masjid Al Barokah, Cipawon , Bukateja berlangsung sangat meriah. Ribuan warga NU tumplek blek berdatangan sejak ba’da Subuh. Jamaah yang memadati baik dalam masjid sampai meluber ke halaman dan jalan raya sekitar masjid Al Barokah masih satu komplek dengan Pondok Pesantren Darusalam, Desa Cipawon yang diasuh oleh KH Abdul Ghofur Arifin, diatur secara rapi sejak dari datang, parkir kendaraan oleh barisan Ansor, Banser NU Bukateja, ada sekitar sampai 2 kilometer kendaaraan terpakir baik roda dua maupun roda empat di sepanjang Jalan Darusalam, Dukuh Kembaran Desa Cipawon, Kec Bukateja, Kabupaten Purbalingga.
Acara yang berlangsung di Halaman Masjid Al Barokah, Cipawon , Bukateja berlangsung sangat meriah. Ribuan warga NU tumplek blek berdatangan sejak ba’da Subuh. Jamaah yang memadati baik dalam masjid sampai meluber ke halaman dan jalan raya sekitar masjid Al Barokah masih satu komplek dengan Pondok Pesantren Darusalam, Desa Cipawon yang diasuh oleh KH Abdul Ghofur Arifin, diatur secara rapi sejak dari datang, parkir kendaraan oleh barisan Ansor, Banser NU Bukateja, ada sekitar sampai 2 kilometer kendaaraan terpakir baik roda dua maupun roda empat di sepanjang Jalan Darusalam, Dukuh Kembaran Desa Cipawon, Kec Bukateja, Kabupaten Purbalingga.
Tabligh akbar Forum Tokoh NU (FKTNU) Bukateja adalah forum pengajian yang berlangsung setiap setengah bulan sekali dan diikuti oleh ribuan jamaah warga nahdliyin. Banyak sekali permintaan dan pesanan dari Mushola dan Masjid di sekitar Bukateja untuk menjadi tuan rumah pengajian. Sudah setahun ini jadwal pengajian terjadwal keliling dan selalu penuh oleh jamaah
Acara dimulai dengan pembacaan Ratib Hadad, berlanjut dengan Tahlill bersama dipimpin Kyai Rojuli berlanjut Ke-Nu-an oleh KH Basyir Basyir Fadlulloh, MPdI yang membahas tentang dalil pelaksanaan Maulid Nabi Muhammad SAW. Berlanjut dengan pengumuman ke NU an oleh H Muhtamil, SAg.
Dalam kesempatan ketiga, H Muhtamil mengumumkan tentang pengajian mendatang akan berlangsung pada 4 Nopember 2018 di Masjid Darul Mutaqien, desa Penaruban Kec Bukateja, Kab Purbalingga Jawa Tengah. “Pada Konfercab PCNU Purbalingga di Ponpes Al Ikhsan Desa/Kecamatan Karangjambu, Sabtu (13/10) hingga Minggu (14/10), KH Ahmad Muhdzir dari Pagerandong , Mrebet terpilih sebagai ketua Tanfidziyah sementara itu KH Nurkholis Achmadi (Munjul) sebagai Rois Syuriah yang telah dijabat sejak masa bakti sebelumnya,” lanjut H Muhtamil.
Pada kesempatan itu H Muhatamil juga mengumumkan kepada jamaah, bahwa Pilkades akan berlangsung pada 16 Desember 2018 dan berlangsung di 183 desa.Sehingga pengajian FKTNU yang akan berlangsung di desa Majasari diajukan menjadi 9 Desember 2018.
Selepas pembicara ketiga Ustadz Ismanto dari Bajong yang memberikan materi tentang ciri-ciri orang berilmu, dimana orang berilmu itu,”Benar perkataannya (sidqul kalam), menjauhi perkara yang diharamkan Allah SWT dan ketiga, Tawadhu,” jelas Ustadz Ismanto yang menyampaikan orasi dengan penuh ger-geran juga.
Acara dimulai dengan pembacaan Ratib Hadad, berlanjut dengan Tahlill bersama dipimpin Kyai Rojuli berlanjut Ke-Nu-an oleh KH Basyir Basyir Fadlulloh, MPdI yang membahas tentang dalil pelaksanaan Maulid Nabi Muhammad SAW. Berlanjut dengan pengumuman ke NU an oleh H Muhtamil, SAg.
Dalam kesempatan ketiga, H Muhtamil mengumumkan tentang pengajian mendatang akan berlangsung pada 4 Nopember 2018 di Masjid Darul Mutaqien, desa Penaruban Kec Bukateja, Kab Purbalingga Jawa Tengah. “Pada Konfercab PCNU Purbalingga di Ponpes Al Ikhsan Desa/Kecamatan Karangjambu, Sabtu (13/10) hingga Minggu (14/10), KH Ahmad Muhdzir dari Pagerandong , Mrebet terpilih sebagai ketua Tanfidziyah sementara itu KH Nurkholis Achmadi (Munjul) sebagai Rois Syuriah yang telah dijabat sejak masa bakti sebelumnya,” lanjut H Muhtamil.
Pada kesempatan itu H Muhatamil juga mengumumkan kepada jamaah, bahwa Pilkades akan berlangsung pada 16 Desember 2018 dan berlangsung di 183 desa.Sehingga pengajian FKTNU yang akan berlangsung di desa Majasari diajukan menjadi 9 Desember 2018.
Selepas pembicara ketiga Ustadz Ismanto dari Bajong yang memberikan materi tentang ciri-ciri orang berilmu, dimana orang berilmu itu,”Benar perkataannya (sidqul kalam), menjauhi perkara yang diharamkan Allah SWT dan ketiga, Tawadhu,” jelas Ustadz Ismanto yang menyampaikan orasi dengan penuh ger-geran juga.
Acara FKTNU Bukateja dipungkasi oleh pembicara terakhir, KH Abror Mushodiq. Menapaktilasi Hari Santri Nasional ke 3 pada 22 Oktober 2018 yang jatuh pada hari Senin, (22/10), KH Abror Mushodiq dalam Pengajian Forum Komunikasi Tokoh NU (FKTNU) Kecamatan Bukateja bertanya kepada jamaah yang hadir, ”Santri itu Apa? Apakah dri mulai santri TPQ, santri Madin sampai santri kawak-kawak? (santri tua alias kyai),” sontak pertanyaan KH Abror disambut derai tawa dari jamaah semakin menambang gayeng pengajian pungkas FKTNU Kec Bukateja di beranda Masjid Al Barokah, Dukuh Kembaran, Desa Cipawon, Kec Bukateja, Kab Purbalingga pada Minggu pagi (21/10).
Selain itu, KH Abror menapaktilasi Hari Santri Nasional, yang oleh PWNU Jawa Timur, akan dipusatkan di Sidoarjo (Jatim), adalah mengenang tipologi santri yang ikhlas berjuang, sabar dalam menuntut ilmu. aitu berasal dari kata “santaro”, yang mempunyai jama' (plural) sanaatiir (beberapa santri). Di balik kata santri tersebut yang mempunyai 4 huruf arab (sin, nun, ta', ra' dan ya), seorang ulama’, lain mengimplementasikan kata santri sesuai dengan fungsi manusia, Adapun 4 huruf tersebut yaitu.”Sin. Yang artinya “santri”, itu orang yang berilmu, orang yang mengerti dan layak menjadi panutan,” jelas KH Abror.
Kedua, huruf Nun. Yang berarti “naibul ulama” (wakil dari ulama). “Dalam koridor ajaran Islam dikatakan dalam suatu hadits bahwa : “al ulama warasatul anbiya” (ulama adalah pewaris nabi). Rasulullah SAW adalah pemimpin dari ummat, begitu juga ulama. Peran dan fungsi ulama dalam masyarakat sama halnya dengan rasul, sebagai pengayom atau pelayan ummat dalam segala dimensi.”
Huruf ketiga, Ta’. “Yang artinya “tarku al ma’shi” (meninggalkan kemaksiatan). Dengan dasar yang dimiliki kaum santri, khususnya dalam mempelajari syari’at, kaum santri diharapkan mampu memegang prinsip sekaligus konsisten terhadap pendirian dan nilai-nilai ajaran Islam serta hukum adab yang berlaku di masyarakatnya selagi tidak keluar dari jalur syari’at,” lanjut KH Abror.
Huruf keempat. Ra’ Yang artinya “raisul ummah” (pemimpin ummat). “Manusia selain diberi kehormatan oleh Allah sebagai mahluk yang paling sempurna dibanding yang lain,” tambah KH Abror Mushodiq. Kemuliaan manusia itu ditandai dengan pemberian Nya yang sangat mempunyai makna untuk menguasai dan mengatur apa saja di alam ini, khususnya ummat manusia.
Sementara huruf terakhir Ya, “Yaitu Yaqinul Akhlaq, di mana seorang santri haruslah baik akhlaqnya.Mudah-mudahan kalau lima tafsiran Santri di atas dilaksanakan kita menjadi santri yang sejati, bukan menjadi mantan santri. Menjadi santri dunia sampai dengan akhirat, jangan sampai jadi bekas keyai. Tapi jadi kyai dunia dan akhirat,” harap KH Abror.
Selain itu, KH Abror menapaktilasi Hari Santri Nasional, yang oleh PWNU Jawa Timur, akan dipusatkan di Sidoarjo (Jatim), adalah mengenang tipologi santri yang ikhlas berjuang, sabar dalam menuntut ilmu. aitu berasal dari kata “santaro”, yang mempunyai jama' (plural) sanaatiir (beberapa santri). Di balik kata santri tersebut yang mempunyai 4 huruf arab (sin, nun, ta', ra' dan ya), seorang ulama’, lain mengimplementasikan kata santri sesuai dengan fungsi manusia, Adapun 4 huruf tersebut yaitu.”Sin. Yang artinya “santri”, itu orang yang berilmu, orang yang mengerti dan layak menjadi panutan,” jelas KH Abror.
Kedua, huruf Nun. Yang berarti “naibul ulama” (wakil dari ulama). “Dalam koridor ajaran Islam dikatakan dalam suatu hadits bahwa : “al ulama warasatul anbiya” (ulama adalah pewaris nabi). Rasulullah SAW adalah pemimpin dari ummat, begitu juga ulama. Peran dan fungsi ulama dalam masyarakat sama halnya dengan rasul, sebagai pengayom atau pelayan ummat dalam segala dimensi.”
Huruf ketiga, Ta’. “Yang artinya “tarku al ma’shi” (meninggalkan kemaksiatan). Dengan dasar yang dimiliki kaum santri, khususnya dalam mempelajari syari’at, kaum santri diharapkan mampu memegang prinsip sekaligus konsisten terhadap pendirian dan nilai-nilai ajaran Islam serta hukum adab yang berlaku di masyarakatnya selagi tidak keluar dari jalur syari’at,” lanjut KH Abror.
Huruf keempat. Ra’ Yang artinya “raisul ummah” (pemimpin ummat). “Manusia selain diberi kehormatan oleh Allah sebagai mahluk yang paling sempurna dibanding yang lain,” tambah KH Abror Mushodiq. Kemuliaan manusia itu ditandai dengan pemberian Nya yang sangat mempunyai makna untuk menguasai dan mengatur apa saja di alam ini, khususnya ummat manusia.
Sementara huruf terakhir Ya, “Yaitu Yaqinul Akhlaq, di mana seorang santri haruslah baik akhlaqnya.Mudah-mudahan kalau lima tafsiran Santri di atas dilaksanakan kita menjadi santri yang sejati, bukan menjadi mantan santri. Menjadi santri dunia sampai dengan akhirat, jangan sampai jadi bekas keyai. Tapi jadi kyai dunia dan akhirat,” harap KH Abror.
Sebagai ulama, lanjut KH Abror, mempunyai tugas mulia yakni sebagai penolong tidak hanya di dunia tapi juga di akhirat kelak dengan mengikuti jejak para guru, sampai Kanjeng Rasulullah SAW. “Jangan sampai tidak hadir pengajian Ahad Pagi, karena semua akan diganti dan dilipatgandakan pahala -Nya oleh Allah SWT,” pungkas KH Abror Mushodiq berlanjut dengan doa penutup pengajian serta saling bersalaman antar jamaah.(***) ajie
Jumat, 12 Oktober 2018
Hikmah Republika
REPUBLIKA.CO.ID,OLEH: AJI SETIAWAN
Musibah datang silih berganti di berbagai daerah di negeri kita.Masih teringat tsunami Aceh dan gempa bumi Padang. Yang terbaru, belum selesai bencana gempa bumi di Lombok, muncul lagi gempa bumi di Palu, Sulawesi Tengah, yang membawa korban jiwa maupun harta benda yang tak terkira. Tidak ada yang lebih patut untuk dilakukan selain menjadikan semua kejadian alam ini sebagai bahan untuk mengevaluasi diri dalam hubungan dengan Sang Pencipta dan dengan sesama manusia.
Bagi mereka yang telah atau sedang mengalami keadaan tersebut,
juga bagi siapa saja yang tidak ingin mengalaminya, tak ada jalan lain
kecuali segera bertobat, memohon ampunan dan perlindungan kepada Allah
SWT karena Dia-lah yang menentukan se gala kejadian dan peristiwa di
dunia ini.
Tobat, menurut Syekh Nawawi al- Bantani dalam kitab Tanqih al-Qaul al Hadits, adalah berpaling dari sesuatu yang tercela menurut syara' kepada sesuatu yang terpuji karena mengetahui bahwa dosa-dosa dan maksiat adalah sesuatu yang membinasakan dan menjauhkan diri dari Allah dan surga-Nya, sedangkan meninggalkannya akan mendekatkan diri kepada Allah dan surga-Nya.
Rasulullah SAW bersabda, Penyesalan adalah tobat, dan orang yang bertobat dari dosa bagaikan orang yang tidak memiliki dosa. (HR ath-Thabarani dan Abu Nu'aim dari Ibnu Sa'id al-Anshari).
Hadis lain yang diriwayatkan Baihaqi dan Ibnu Asakir menyebutkan, orang yang memohon ampun dari dosa tetapi tetap saja melakukan perbuatan dosa itu seperti orang yang mengejek tuhannya.
Tobat, menurut al-Hasan RA, memiliki empat penyangga. Pertama, memohon ampun dengan lisan. Kedua, menyesal di dalam hati. Ketiga, meninggalkan perbuatan-perbuatan dosa dengan anggota-anggota tubuh.Keempat, bertekad di dalam hati untuk tidak mengulangi.
Para ulama juga menjelaskan, tobatnya orang-orang awam adalah bertobat dari dosa-dosa. Tobatnya orang-orang khowash(orang-orang khusus) adalah bertobat dari kelalaian hati. Kemudian, tobatnya khawashul khawash (orang-orang yang sangat khusus) adalah bertobat dari mengingat sesuatu selain Allah SWT.
"Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan orang- orang yang menyucikan diri.(QS al- Baqarah: 222). Dalam Alquran surah al-Muzzammil ayat 20, "Dan me mo hon ampunlah kalian kepada Allah.Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Rasulullah SAW juga menjelaskan, "Tidak ada sesuatu yang lebih Allah sukai dibandingkan seorang pemuda yang bertobat, dan tidak ada sesuatu yang lebih Allah murkai daripada seorang tua yang masih terus melakukan perbuatan maksiatnya. (HR Abu al-Muzhaffar dari Salman al-Farisi).
Karena pentingnya tobat dan memohon ampun, Nabi Muhammad SAW, selain menyuruh umatnya untuk bertobat, juga melakukannya sebagai contoh bagi umatnya. Beliau menyatakan, "Bertobatlah kalian kepada Allah. Sesungguhnya aku bertobat kepada-Nya setiap hari seratus kali."(HR Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar).
Jika Rasulullah saja yang tidak memiliki dosa senantiasa demikian, bagaimana dengan kita yang setiap hari tak pernah luput dari dosa?Berapa kalikah kita harus bertobat setiap hari? Yang jelas, makin banyak beristighfar tentu makin baik.
Nabi juga berpesan agar kita tidak putus asa dalam bertobat. Bertobat dan memohon ampun juga memudahkan rezeki, sebagaimana disebutkan dalam hadis, "Banyak memohon ampun dapat menarik (mendatangkan rezeki)."
Dalam Alquran, Allah SWT berfirman, "Mohonlah ampunan kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan kepadamu hujan dengan lebat dan memperbanyakkan harta dan anak- anakmu, dan mengadakan untuk mu kebun-kebun dan mengadakan pula di dalamnya untukmu sungai-sungai."(QS Nuh: 10-12).
Dengan menundukkan hati, mari kita berdoa kepada Allah SWT, (Allohumma Ya Kafiyal bala ikfinal bala qobla nuzulihii minas samai, ya Allah)."Ya Allah, wahai Zat Yang mampu menolak segala bencana, peliharalah kami dari segala bencana sebelum ia turun dari langit, ya Allah."(*****)
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/18/10/11/pgfi8b313-ampunan-allah-swt#
Musibah datang silih berganti di berbagai daerah di negeri kita.Masih teringat tsunami Aceh dan gempa bumi Padang. Yang terbaru, belum selesai bencana gempa bumi di Lombok, muncul lagi gempa bumi di Palu, Sulawesi Tengah, yang membawa korban jiwa maupun harta benda yang tak terkira. Tidak ada yang lebih patut untuk dilakukan selain menjadikan semua kejadian alam ini sebagai bahan untuk mengevaluasi diri dalam hubungan dengan Sang Pencipta dan dengan sesama manusia.
Tobat, menurut Syekh Nawawi al- Bantani dalam kitab Tanqih al-Qaul al Hadits, adalah berpaling dari sesuatu yang tercela menurut syara' kepada sesuatu yang terpuji karena mengetahui bahwa dosa-dosa dan maksiat adalah sesuatu yang membinasakan dan menjauhkan diri dari Allah dan surga-Nya, sedangkan meninggalkannya akan mendekatkan diri kepada Allah dan surga-Nya.
Rasulullah SAW bersabda, Penyesalan adalah tobat, dan orang yang bertobat dari dosa bagaikan orang yang tidak memiliki dosa. (HR ath-Thabarani dan Abu Nu'aim dari Ibnu Sa'id al-Anshari).
Hadis lain yang diriwayatkan Baihaqi dan Ibnu Asakir menyebutkan, orang yang memohon ampun dari dosa tetapi tetap saja melakukan perbuatan dosa itu seperti orang yang mengejek tuhannya.
Tobat, menurut al-Hasan RA, memiliki empat penyangga. Pertama, memohon ampun dengan lisan. Kedua, menyesal di dalam hati. Ketiga, meninggalkan perbuatan-perbuatan dosa dengan anggota-anggota tubuh.Keempat, bertekad di dalam hati untuk tidak mengulangi.
Para ulama juga menjelaskan, tobatnya orang-orang awam adalah bertobat dari dosa-dosa. Tobatnya orang-orang khowash(orang-orang khusus) adalah bertobat dari kelalaian hati. Kemudian, tobatnya khawashul khawash (orang-orang yang sangat khusus) adalah bertobat dari mengingat sesuatu selain Allah SWT.
"Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan orang- orang yang menyucikan diri.(QS al- Baqarah: 222). Dalam Alquran surah al-Muzzammil ayat 20, "Dan me mo hon ampunlah kalian kepada Allah.Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Rasulullah SAW juga menjelaskan, "Tidak ada sesuatu yang lebih Allah sukai dibandingkan seorang pemuda yang bertobat, dan tidak ada sesuatu yang lebih Allah murkai daripada seorang tua yang masih terus melakukan perbuatan maksiatnya. (HR Abu al-Muzhaffar dari Salman al-Farisi).
Karena pentingnya tobat dan memohon ampun, Nabi Muhammad SAW, selain menyuruh umatnya untuk bertobat, juga melakukannya sebagai contoh bagi umatnya. Beliau menyatakan, "Bertobatlah kalian kepada Allah. Sesungguhnya aku bertobat kepada-Nya setiap hari seratus kali."(HR Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar).
Jika Rasulullah saja yang tidak memiliki dosa senantiasa demikian, bagaimana dengan kita yang setiap hari tak pernah luput dari dosa?Berapa kalikah kita harus bertobat setiap hari? Yang jelas, makin banyak beristighfar tentu makin baik.
Nabi juga berpesan agar kita tidak putus asa dalam bertobat. Bertobat dan memohon ampun juga memudahkan rezeki, sebagaimana disebutkan dalam hadis, "Banyak memohon ampun dapat menarik (mendatangkan rezeki)."
Dalam Alquran, Allah SWT berfirman, "Mohonlah ampunan kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan kepadamu hujan dengan lebat dan memperbanyakkan harta dan anak- anakmu, dan mengadakan untuk mu kebun-kebun dan mengadakan pula di dalamnya untukmu sungai-sungai."(QS Nuh: 10-12).
Dengan menundukkan hati, mari kita berdoa kepada Allah SWT, (Allohumma Ya Kafiyal bala ikfinal bala qobla nuzulihii minas samai, ya Allah)."Ya Allah, wahai Zat Yang mampu menolak segala bencana, peliharalah kami dari segala bencana sebelum ia turun dari langit, ya Allah."(*****)
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/18/10/11/pgfi8b313-ampunan-allah-swt#
Rabu, 10 Oktober 2018
Mohon Doa Restu dan Dukungan Kompanye
Assalamu’alikum Warohmatullohi Wabarokatuh
Dengan segala kerendahan hati, seraya mengucap:
بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
Bismillah…..
Insyaallah saya bisa menjadi PILIHAN Anda dan keluarga dalam menyampaikan aspirasi untuk menjadikan Purbalingga Perwira, Mandiri, Damai yang Baldatun Thoyibatun Warobun Ghofur.
Insyaallah saya bisa menjadi PILIHAN Anda dan keluarga dalam menyampaikan aspirasi untuk menjadikan Purbalingga Perwira, Mandiri, Damai yang Baldatun Thoyibatun Warobun Ghofur.
Dan Insyaallah 17 April 2019 nama saya tercetak di Kartu suara DPRD II Kabupaten Purbalingga dlm Pemilu 2019 di Kolom nomer 10 PPP nomer urut (01) atas nama AJI SETIAWAN, ST DAPIL 1 ( Bukateja, Purbalingga, Kemangkon).
:::::::::::::::::::::::::::::: TEGUH BERHIDMAT UNTUK BANGSA DAN NEGARA::::::::::::::::::::
Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh
AJI SETIAWAN, ST
Kamis, 08 Maret 2018
Opini
Penguatan Politik Identitas Jelang Pemilu 2019
POLITIKidentitas
berpusat pada politisasi identitas bersama atau perasaan 'kekitaan'
yang menjadi basis utama perekat kolektivitas kelompok. Identitas
dipolitisasi melalui interpretasi secara ekstrim, yang bertujuan untuk
mendapat dukungan dari orang-orang yang merasa 'sama', baik secara ras,
etnisitas, agama, maupun elemen perekat lainnya.
Puritanisme atau ajaran kemurnian atau ortodoksi juga berandil besar dalam memproduksi dan mendistribusikan ide ‘kebaikan’ terhadap anggota secara satu sisi, sambil di sisi lain menutup nalar perlawanan atau kritis anggota kelompok identitas tertentu. Politik identitas, menurut Abdillah (2002) merupakan politik yang fokus utama kajian dan permasalahannya menyangkut perbedaan-perbedaan yang didasarkan atas asumsi-asumsi fisik tubuh, politik etnisitas atau primordialisme, dan pertentangan agama, kepercayaan, atau bahasa.
Politik identitas hadir sebagai narasi resisten kelompok terpinggirkan akibat kegagalan narasi arus utama mengakomodir kepentingan minoritas; secara positif, politik identitas menghadirkan wahana mediasi penyuaraan aspirasi bagi yang tertindas. Fitur dikotomi oposisional menjadi fondasi utama yang membedakan perasaan kolektivitas ke-kita-an terhadap yang lain. Tetapi kenyataannya, pada tataran individual di era modernisasi yang serba mekanik, muncul ‘kegagapan’ untuk memahami struktur masyakarat yang plural, maka intoleransi semakin meningkat. Pendeknya, terjadi ketidaksesuaian social imagination atau imajinasi sosial tentang kehidupan sehari-hari manusia modern dan interaksinya dengan masyarakat umum.
Munculnya penguatan politik identitas karena, pertama, adanya kesenjangan ekonomi. Suatu daerah dengan angka kesenjangan ekonomi tinggi cenderung membuat politik identitas berkembang contohnya di Jakarta.Catatannya Bawaslu, daerah yang rawan adalah daerah yang punya kesenjangan ekonomi.
Faktor kedua, rendahnya literasi baik politik dan komunikasi. Soal literasi politik, banyak partai politik yang tidak bisa mengelola konflik dengan baik. Sementara kecerdasan masyarakat cenderung lemah menyikapi masalah tersebut.
Kemudian, soal rendahnya literasi komunikasi dikarenakan kurangnya pemahaman masyarakat dalam membedakan opini yang berisi ujaran kebencian dengan fakta yang beredar di ruang publik. Kita paham bahwa salah satu instrumen yang digunakan untuk menyebarkan politik kebencian adalah Medsos. Tanpa literasi komunikasi orang gagal membandingkan opini dan fakta. Faktor ketiga yakni buruknya kelembagaan politik. Kondisi ini terjadi karena partai-partai cenderung memusatkan kekuasaan di tangan elite. Partai dianggap sering kali gagal mengelola konflik yang berimbas ke level masyarakat. Hampir selalu gagal mengelola konflik. Konflik-konflik internal di parpol membawa konsekuensi kalau tidak partainya pecah, kemungkinan kedua adalah konflik akan masuk ke penagdilan dan berlarut-larut.
Politik identitas juga tumbuh subur karena polarisasi politik. Model politik identitas, kata Arif, mulai mencut di tahun 2016. Efek dari model politik ini punya efek sangat kuat dan menimbulkan pembelahan di masyarakat.Dengan polarisasi yang tegas maka sangat mudah bagi elite politik untuk memicu konflik yang menyebabkan pembelahan.
Terakhir karena lemahnya kewenangan Presiden Joko Widodo terhadap dua institusi TNI-Polri. Padahal, isu SARA disebut bukan isu baru yang bisa ditangani oleh pemerintah pada tahun 2009 dan 2014 lalu. Lemahnya grip atau cengkraman kekuasannya Jokowi pada hampir semua level. Salah satu yang paling repot adalah karena grip kekuasaan Jokowi pada 2016, 2017 tidak cukup kuat di TNI-Polri.
Jika kita mau, tahun 2018 bisa saja kita sebut tahun politik identitas, karena di tahun inilah kita begitu mudah menemukan isu identitas menggelinding bebas. Pada kasus-kasus tertentu, politisasi identitas bukan saja telah berhasil membuktikan keampuhannya secara telanjang di hadapan kita, tetapi juga telah menghadirkan kenyataan-kenyataan baru yang begitu dahsyat, melebihi era-era sebelumnya.
Berkenaan dengan kenyaataan ini, tentu masih segar dalam ingatan kita, bagaimana kekuatan isu identitas terbukti ampuh memukul jatuh seorang gubernur petahana yang pada waktu itu memiliki tingkat elektabilitas luar biasa, bahkan dengan angka kepuasan publik mencapai lebih 70 persen. Bercermin dari peristiwa ini, dalam alam politik yang serba cair —untuk tidak memgatakan pragmatis— sangat mungkin akan muncul rentetan-rentetan peristiwa serupa pada tahun-tahun selanjutnya.
Faktanya, menjelang akhir 2017, secara kasat mata dapat kita saksikan isu-isu identitas kian ramai menyeruak. Berbagai pihak, khususnya kalangan elite politik tertentu, kian matang dan piawai memanfaatkan situasi. Sentimen-sentimen atas nama identitas menyebar luas ke ruang publik. Ironisnya, masyarakat sebagai subjek politik acap menerimanya dengan sukarela. Bahkan beberapa kelompok menyambutnya dengan gelora heroisme diri, yang kemudian memolesnya dengan terma-terma pembelaan terhadap keyakinan, kebangkitan kaum pribumi, perlawanan atas penjajahan ekonomi kelompok "asing".
Menggaet Agama
Sebuah penelitian menyebutkan, sembilan dari sepuluh orang Islam dan Kristen, delapan dari sepuluh orang Konghucu dan Budha, serta lima dari sepuluh orang Hindu menilai agama sebagai bagian dalam aktivitas keseharian mereka (A'la, 2014). Fakta ini membuktikan betapa sulit memisahkan agama dari aktivitas keseharian masyarakat. Termasuk di dalamnya menyangkut urusan politik.
Dalam realitas politik Indonesia, kenyataan ini menjadi angin segar bagi para politisi. Hal ini didukung oleh sejarah perjalanan politik Indonesia, di mana kebanyakan politisi dari lintas ideologi seringkali mendudukkan agama sebagai strategi polical marketing. Pertanyaan besarnya kemudian, dengan tingkat rasionalitas dan kesadaran politik masyarakat yang semakin tinggi, apakah unsur emosional keagamaan akan tetap menemukan tajinya dalam perhelatan kontestasi politik yang akan datang, minimal di tahun politik 2018 ini?
Jika mengikuti situasi politik saat ini, ada kecenderungan aspek emosional (agama) masih akan memengaruhi jalannya sirkulasi politik ke depan. Bahkan, bukan suatu yang mustahil jika nantinya akan banyak partai politik memanfaatkan (simbol) agama. Itulah sebabnya, meski selama ini akrobat politik SARA beroperasi dalam ruang terbuka, namun modus operandinya lebih dominan pada domain-domain keagamaan. Di sini, mereka tahu dan paham betul, agama sebagai narasi agung dapat memproduksi dan mereproduksi kekuasaan yang dahsyat untuk bisa menghasilkan ketaatan dari para pemeluknya (Michel Foucault, 1975).
Oleh karenanya, adalah sebuah kecerobohan jika saat ini kita menaruh kepercayaan, bahwa dalam perhelatan pesta demokrasi ke depan kontestasi politik kita akan steril dari isu-isu sensitif. Yang kita rasakan saat ini, iklim demokrasi mengalami gelombang pasang, baik di level daerah maupun nasional. Kondisi ini, sesungguhnya berkelindan kuat dengan maraknya penggunaan simbol-simbol identitas, utamanya yang berkaitan dengan dimensi agama.
Pada batasan-batasan tertentu, menggaet agama dalam dunia politik sesungguhnya sah-sah saja. Dengan catatan, kehadiran agama murni ditujukan untuk membumikan nilai ajaran agama itu sendiri. Sebaliknya, akan menjadi naïf jika agama sekadar menjadi formalitas untuk kepentingan syahwat politik. Karena yang demikian hanya akan menghadirkan kekacauan, dan pemberangusan hak asasi kelompok masyarakat tertentu.
Politik identitas seharusnya dapat hilang karena pemilu merupakan kontes kompetensi, bukan membedakan suku, partai, serta pihak sana dan sini. Karena itukepada para pejabat di daerah yang punya kewenangan dan tanggung jawab harus bersama-sama dan kompak. Itu kuncinya. Kalau pimpinan daerah bersatu padu, maka daerah aman, membuat Indonesia aman.
Aji Setiawan, penulis tinggal di Purbalingga , Jawa Tengah
Puritanisme atau ajaran kemurnian atau ortodoksi juga berandil besar dalam memproduksi dan mendistribusikan ide ‘kebaikan’ terhadap anggota secara satu sisi, sambil di sisi lain menutup nalar perlawanan atau kritis anggota kelompok identitas tertentu. Politik identitas, menurut Abdillah (2002) merupakan politik yang fokus utama kajian dan permasalahannya menyangkut perbedaan-perbedaan yang didasarkan atas asumsi-asumsi fisik tubuh, politik etnisitas atau primordialisme, dan pertentangan agama, kepercayaan, atau bahasa.
Politik identitas hadir sebagai narasi resisten kelompok terpinggirkan akibat kegagalan narasi arus utama mengakomodir kepentingan minoritas; secara positif, politik identitas menghadirkan wahana mediasi penyuaraan aspirasi bagi yang tertindas. Fitur dikotomi oposisional menjadi fondasi utama yang membedakan perasaan kolektivitas ke-kita-an terhadap yang lain. Tetapi kenyataannya, pada tataran individual di era modernisasi yang serba mekanik, muncul ‘kegagapan’ untuk memahami struktur masyakarat yang plural, maka intoleransi semakin meningkat. Pendeknya, terjadi ketidaksesuaian social imagination atau imajinasi sosial tentang kehidupan sehari-hari manusia modern dan interaksinya dengan masyarakat umum.
Munculnya penguatan politik identitas karena, pertama, adanya kesenjangan ekonomi. Suatu daerah dengan angka kesenjangan ekonomi tinggi cenderung membuat politik identitas berkembang contohnya di Jakarta.Catatannya Bawaslu, daerah yang rawan adalah daerah yang punya kesenjangan ekonomi.
Faktor kedua, rendahnya literasi baik politik dan komunikasi. Soal literasi politik, banyak partai politik yang tidak bisa mengelola konflik dengan baik. Sementara kecerdasan masyarakat cenderung lemah menyikapi masalah tersebut.
Kemudian, soal rendahnya literasi komunikasi dikarenakan kurangnya pemahaman masyarakat dalam membedakan opini yang berisi ujaran kebencian dengan fakta yang beredar di ruang publik. Kita paham bahwa salah satu instrumen yang digunakan untuk menyebarkan politik kebencian adalah Medsos. Tanpa literasi komunikasi orang gagal membandingkan opini dan fakta. Faktor ketiga yakni buruknya kelembagaan politik. Kondisi ini terjadi karena partai-partai cenderung memusatkan kekuasaan di tangan elite. Partai dianggap sering kali gagal mengelola konflik yang berimbas ke level masyarakat. Hampir selalu gagal mengelola konflik. Konflik-konflik internal di parpol membawa konsekuensi kalau tidak partainya pecah, kemungkinan kedua adalah konflik akan masuk ke penagdilan dan berlarut-larut.
Politik identitas juga tumbuh subur karena polarisasi politik. Model politik identitas, kata Arif, mulai mencut di tahun 2016. Efek dari model politik ini punya efek sangat kuat dan menimbulkan pembelahan di masyarakat.Dengan polarisasi yang tegas maka sangat mudah bagi elite politik untuk memicu konflik yang menyebabkan pembelahan.
Terakhir karena lemahnya kewenangan Presiden Joko Widodo terhadap dua institusi TNI-Polri. Padahal, isu SARA disebut bukan isu baru yang bisa ditangani oleh pemerintah pada tahun 2009 dan 2014 lalu. Lemahnya grip atau cengkraman kekuasannya Jokowi pada hampir semua level. Salah satu yang paling repot adalah karena grip kekuasaan Jokowi pada 2016, 2017 tidak cukup kuat di TNI-Polri.
Jika kita mau, tahun 2018 bisa saja kita sebut tahun politik identitas, karena di tahun inilah kita begitu mudah menemukan isu identitas menggelinding bebas. Pada kasus-kasus tertentu, politisasi identitas bukan saja telah berhasil membuktikan keampuhannya secara telanjang di hadapan kita, tetapi juga telah menghadirkan kenyataan-kenyataan baru yang begitu dahsyat, melebihi era-era sebelumnya.
Berkenaan dengan kenyaataan ini, tentu masih segar dalam ingatan kita, bagaimana kekuatan isu identitas terbukti ampuh memukul jatuh seorang gubernur petahana yang pada waktu itu memiliki tingkat elektabilitas luar biasa, bahkan dengan angka kepuasan publik mencapai lebih 70 persen. Bercermin dari peristiwa ini, dalam alam politik yang serba cair —untuk tidak memgatakan pragmatis— sangat mungkin akan muncul rentetan-rentetan peristiwa serupa pada tahun-tahun selanjutnya.
Faktanya, menjelang akhir 2017, secara kasat mata dapat kita saksikan isu-isu identitas kian ramai menyeruak. Berbagai pihak, khususnya kalangan elite politik tertentu, kian matang dan piawai memanfaatkan situasi. Sentimen-sentimen atas nama identitas menyebar luas ke ruang publik. Ironisnya, masyarakat sebagai subjek politik acap menerimanya dengan sukarela. Bahkan beberapa kelompok menyambutnya dengan gelora heroisme diri, yang kemudian memolesnya dengan terma-terma pembelaan terhadap keyakinan, kebangkitan kaum pribumi, perlawanan atas penjajahan ekonomi kelompok "asing".
Menggaet Agama
Sebuah penelitian menyebutkan, sembilan dari sepuluh orang Islam dan Kristen, delapan dari sepuluh orang Konghucu dan Budha, serta lima dari sepuluh orang Hindu menilai agama sebagai bagian dalam aktivitas keseharian mereka (A'la, 2014). Fakta ini membuktikan betapa sulit memisahkan agama dari aktivitas keseharian masyarakat. Termasuk di dalamnya menyangkut urusan politik.
Dalam realitas politik Indonesia, kenyataan ini menjadi angin segar bagi para politisi. Hal ini didukung oleh sejarah perjalanan politik Indonesia, di mana kebanyakan politisi dari lintas ideologi seringkali mendudukkan agama sebagai strategi polical marketing. Pertanyaan besarnya kemudian, dengan tingkat rasionalitas dan kesadaran politik masyarakat yang semakin tinggi, apakah unsur emosional keagamaan akan tetap menemukan tajinya dalam perhelatan kontestasi politik yang akan datang, minimal di tahun politik 2018 ini?
Jika mengikuti situasi politik saat ini, ada kecenderungan aspek emosional (agama) masih akan memengaruhi jalannya sirkulasi politik ke depan. Bahkan, bukan suatu yang mustahil jika nantinya akan banyak partai politik memanfaatkan (simbol) agama. Itulah sebabnya, meski selama ini akrobat politik SARA beroperasi dalam ruang terbuka, namun modus operandinya lebih dominan pada domain-domain keagamaan. Di sini, mereka tahu dan paham betul, agama sebagai narasi agung dapat memproduksi dan mereproduksi kekuasaan yang dahsyat untuk bisa menghasilkan ketaatan dari para pemeluknya (Michel Foucault, 1975).
Oleh karenanya, adalah sebuah kecerobohan jika saat ini kita menaruh kepercayaan, bahwa dalam perhelatan pesta demokrasi ke depan kontestasi politik kita akan steril dari isu-isu sensitif. Yang kita rasakan saat ini, iklim demokrasi mengalami gelombang pasang, baik di level daerah maupun nasional. Kondisi ini, sesungguhnya berkelindan kuat dengan maraknya penggunaan simbol-simbol identitas, utamanya yang berkaitan dengan dimensi agama.
Pada batasan-batasan tertentu, menggaet agama dalam dunia politik sesungguhnya sah-sah saja. Dengan catatan, kehadiran agama murni ditujukan untuk membumikan nilai ajaran agama itu sendiri. Sebaliknya, akan menjadi naïf jika agama sekadar menjadi formalitas untuk kepentingan syahwat politik. Karena yang demikian hanya akan menghadirkan kekacauan, dan pemberangusan hak asasi kelompok masyarakat tertentu.
Politik identitas seharusnya dapat hilang karena pemilu merupakan kontes kompetensi, bukan membedakan suku, partai, serta pihak sana dan sini. Karena itukepada para pejabat di daerah yang punya kewenangan dan tanggung jawab harus bersama-sama dan kompak. Itu kuncinya. Kalau pimpinan daerah bersatu padu, maka daerah aman, membuat Indonesia aman.
Aji Setiawan, penulis tinggal di Purbalingga , Jawa Tengah
(Red /SMNetwork /CN19 )
http://www.suaramerdeka.com/news/detail/18617/Penguatan-Politik-Identitas-Jelang-Pemilu-2019
Jumat, 16 Februari 2018
Aku Cah Kerjo Drpd Nganggur
https://www.youtube.com/watch?v=jdm4S2AQ8_k
Gaya Hidup
Berdayakan Lahan Kosong
Musim hujan telah tiba. Saatnya membangkitkan pekarangan dan lahan kosong untuk dibersihkan dan ditanami pohon-pohon yang produktif baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Sebagai tabungan untuk hari tua.
Tanaman perdu, buah-buahan dan kayu-kayuan sangat cocok ditanam di kebun yang kosong atau lahan tidur. Salah satunya yang dilakukan oleh petani asal desa Cipawon Kec Bukateja Kab Purbalingga, Warsono (48 tahun). Lahan kosong miliknya ditanami Cabai, tanaman hias, mrica dan tanaman Albasia.
Cara bertanam cabai kuning sangat mudah. Dengan modal kurang lebih hanya 100 ribu rupiah. Ia bisa Menanam 3000 biji yang setelah ditanam 1 setengah bulan, dapat dijual Rp 300,- per batang. “Jadi untuk ongkos jual yang kurang lebih totalnya 900ribu dikurangi modal awal, dapat keuntungan keuntungan 800 ribu. Jadi prospek usahanya sangat menjanjikan,” kata Bapak 2 putra (1 putra, 1 putri) ini mengawali kisahnya.
Untuk tanaman lain yang sekarang diberdayakan adalah kayu Albasiah. Albasiah merupakan jenis tanaman jangka panjang yang memerlukan perawatan khusus secara kontinyu pada usia 1 sampai dengan 3 tahun pertama masa budidaya. Selama kurang lebih 3 tahun atau kira-kira tanaman tersebut sudah hampir mencapai lingkaran gelang tangan orang dewasa tanaman sengon membutuhkan perawatan yang meliputi : pemupukan, penyiangan, dan penggemburan tanah di sekitar pohon albasia tersebut. Perawatan tersebut sangatlah diperlukan karena pada masa 1 s/d 3 tahun merupakan masa pertumbuhan yang sangat baik sekaligus rawan sehingga perawatan sangatlah penting untuk dilakukan secara berkala.
“Untuk pemupukan biasanya di lakukan pada usia 30 hari setelah penanaman. Hal ini penting mengingat akar tanaman sudah mulai tumbuh dan mulai menyerap unsur hara atau pupuk yang ada. Adapun untuk pupuknya bisa menggunakan pupuk jenis organik maupun anorganik dengan dosis yang cukup. Untuk interval pemupukan sendiri di lakukan 1 tahun 2 kali, yaitu sekitar 6 bulan sekali,” katanya.
Ada pun untuk penyiangan pun sangat penting dilakukan, mengìngat biasanya tanaman albasia yang masih kecil biasanya tidak kuat apabila dirambati terlalu banyak rumput merambat atau rumput galunggung. Jadi hal ini pun penting dilakukan secara berkala sebulan sekali, mengingat rumput tersebut daya rambatnya yang cepat.
Penggemburan tanah atau pendangiran di sekitar tanaman tersebut juga sangat diperlukan sampai tanaman albasia tersebut berumur 1 tahun. Hal ini bertujuan agar akar tanaman dapat leluasa dan lebih mudah menjangkau unsur hara di dalam tanah. Biasanya penggemburan tanah dilakukan dengan cara dicangkul di sekitar tanaman dengan jarak 0.5 meter. Dan akan sangat baik apabila tanah yang telah digemburkan tersebut selanjutnya ditimbun pupuk kandang matang.
Penyemprotan juga penting pada tanaman usia di bawah 1 tahun. Hal ini agar tanaman terhindar serangan hama cendawan yang biasanya menyerang pada ujung atau pucuk tanaman sengon. Sehingga penyemprotan pestisida baik organik maupun kimia juga penting dilakukan secara berkala sebagai aktivitas pengontrolan secara rutin.
Disarankan apabila hendak melakukan penyemprotan pupuk daun sebaiknya dilakukan pada pagi hari di bawah jam 10.00. Sebab pada waktu tersebut adalah situasi di mana kondisi stomata (mulut daun) terbuka untuk melakukan fotosintesis atau pemasakan nutrisi. Sehingga apabila penyemprotan tersebut dilakukan pada pagi hari, maka nutrisi yang disemprotkan pada tanaman akan langsung dimasak oleh daun dan dimanfaatkan untuk pertumbuhannya.
Menurut Warsono petani tanaman albasiah dengan modal 5 juta rupiah dapat dihasilkan 9000 batang siap edar. “Sebatang dijual 1000 rupiah, total 9000 juta rupiah keuntungan kotor 4 juta rupiah,” kata petani asal dukuh kembaran Desa Cipawon Kec Bukateja Kab Purbalingga Jawa Tengah ini.
Bagi petani yang membutuhkan bibit tanaman unggulan seperti durian montong, cengkih, jambu citra, jeruk dll dapat memesan langsung ke tempat pembibitan untuk memilih bibit bermutu dan sehat, tersedia partai eceran dan grosiran atau lebih gampangnya kontak langsung telp 085290636532.
Sementara itu, Amir lebih menyukai membudidayakan bibit mrica. Satu polybag mrica dihargai per batang @Rp 2500,- untuk solor dan @Rp 5000,- untuk mrica perdu. Untuk pemesanan dapat menghubungi Amirul Mukminin 085201504245. Amir termasuk petani yang sukses, selain menanam mrica juga menangkar bibit ikan guramih. Untuk harga telur ikan gurameh saat ini Rp 40-50 per butir. Sedangkan ikan gurameh konsumsi dijual @rp 35000,- per kilo dan untuk pembibitan Rp 50.000 -Rp 60.000 per kg. (***) Aji Setiawan, penulis tinggal di Purbalingga, Jawa Tengah
Langganan:
Postingan (Atom)