Tiga
Pilar Sumpah Pemuda
Oleh:
Aji Setiawan
”Kami
putera dan puteri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu/Tanah
Indonesia//Kami putera dan puteri Indonesia mengaku berbangsa yang satu/Bangsa
Indonesia//Kami putera dan puteri Indonesia menjunjung bahasa persatuan/Bahasa
Indonesia”//
Setiap tanggal 28
Oktober, kita memperingati sebuah hari yang bersejarah terhadap arah bangsa
Indonesia, yakni Hari Sumpah Pemuda. Kongres Pemuda II yang berlangsung dari
27-28 Oktober 1928 di gedung Katholieke
Jongelengen Bond, Waterlooplein (Lapangan Banteng), Jakarta Pusat.
Sidang Pemuda dipimpin
oleh Soegondo Djojopoespito dan M Yamin sebagai sekretaris yang diikuti oleh
utusan; Jong Java, Jong Sumantranen Bond, Jong Indonesia, Sekar Rukun, Jong
Islamenten Bond, Jong Batak, Jong Celebes, Jong Ambon, Pemuda Kaum Betawi dan
utusan lain akhirnya menyatakan sepakat dan mencetuskan sumpah pemuda pada 28
Oktober 1928 di gedung Indonesische Clubgebouw (Jl Kramat Raya No 106 Jakarta
Pusat atau sekarang lebih terkenal sebagai Gedung Museum Sumpah Pemuda).
Sumpah
Pemuda II itu bertabur bintang pemuda teladan bangsa Hindia Belanda mulai dari Soekarno, Hatta, M Yamin, AK Gani,
Agus Salim, Jusupadidanuhadiningrat, Amir Sjarifudin, Abu Hanifah, Soegondo
Djojopoespito, Sunario, WR Soepratman, J. Leimena, Sundari, Suyatin
Kartowijono, Maskoen, dll.
Para
pemuda dan pemudi itu berikrar ; ”Kami putera dan puteri Indonesia mengaku
bertumpah darah yang satu/Tanah Indonesia//Kami putera dan puteri Indonesia
mengaku berbangsa yang satu/Bangsa Indonesia//Kami putera dan puteri Indonesia
menjunjung bahasa persatuan/Bahasa Indonesia”//
Tiga pilar Sumpah
Pemuda itu dirumuskan oleh M Yamin yang malam itu menjadi sekretaris Kongres
sekaligus sebagai pembicara tentang,”Persatuan dan Kebangsaan Indonesia,”.
Termasuk tentang perlunya bahasa persatuan untuk menyatukan seluruh kelompok dan
suku bangsa di Indonesia. Para pemuda dahulu yang berusia antara 20-30 tahun,
masih terbilang sangat muda, namun semangat juang untuk bersatu, berdaulat dan
merasakan derita penjajahan yang tengah menghunjam hampir seluruh daratan
Hindia Belanda mulai dari Sabang sampai Merauke menjadi sebuah mimpi bersama
(cita-cita) para pemuda untuk bersatu baik dalam satu state sekaligus nation yang
di kemudian hari mewujudkan cita-cita kemerdekaan Indonesia Raya secara nation and state dari belenggu
penjajahan dunia.
Jauh sebelum Kongres
Pemuda II, Kongres Pemuda I yang digagas oleh Mohammad Tabrani Soerjowitjitro
pada tahun 1926 yang diikuti oleh Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon,
Pelajar Minahasa dan Sekar Rukun, dimana tujuan Kongres Pemuda Pertama itu adalah
menggugah semangat kerja sama di antara bermacam-macam organisasi pemuda di
tanah air kita, supaya dapat diwujudkan dasar pokok lahirnya persatuan
Indonesia, di tengah-tengah bangsa di dunia.(Laporan Kongres, Verslag van Het Eerste Indonesisch
Jeugdcongress: Monumen Nasional; 1925). Panitia Kongres Pemuda itu terdiri
10 orang antara lain; Bahder Djohan, Sumarto, Jan Toule Soulehuwij, Paul
Pinontoan, dan Tabrani. Panitia Kongres menggelar Rapat Inti dari 30 April-2
Mei 1926 dengan Ketua Tabrani; Wakil ketua Sumarto dan Sekretaris Djamaludin
(Adinegoro), serta Soewarso sebagai Bendahara. Artinya rumusan sumpah pemuda
pertama sebenarnya tidak jauh berbeda dengan Sumpah Pemuda II.
Para pemuda pada waktu
itu mencurahkan pikiran dan tenaga untuk mewujudkan persatuan. Mengesampingkan
perbedaan suku, warna kulit, dan agama. Mereka menggelar pertemuan-pertemuan
tertutup (bawah tanah) dan terbuka (resmi melalui rapat umum) yang merisaukan
penjajah Belanda. Adalah mimpi besar bersama (great imagine) yang bernama Kemerdekaan menjadi dambaan serta
cita-cita.
Anak-anak muda itu
masih berumur belasan bahkan Sumpah Pemuda II tercatat 870 pemuda pemudi yang
hadir umurnya di bawah 18 Tahun. Mereka telah menorehkan tinta emas sejarah
perjalanan bangsa ini dan menjadi bagian dari sejarah negeri kita: Sebagai
pemimpin bangsa, penyair, musisi, atau orang biasa saja. Ada pula nasibnya
berakhir tragis, tewas diujung bedil yang kemerdekaan turut ia perjuangkan.
Nama mereka senantiasa disebut dalam setiap peringatan Sumpah Pemuda pada 28
Oktober. 86 Tahun sudah persatuan tanah air, bangsa dan bahasa yang diretas di
atas fondasi persatuan dan kebangsaan, tanah air dan bahasa bernama Indonesia
yang kokoh.
Dalam konteks sekarang,
arti dan peran Sumpah Pemuda masih relevan di saat kemiskinan, kebodohan dan
keterbelakangan menuntut peran pemuda untuk ikut menyingsingkan lengan baju
membangun bangsa dengan ilmu dan teknologi di hadapan percaturan serta
persaingan global.
Dalam konteks di Indonesia sejak sekitar
70 tahun kemerdekaan RI, proses transformasi sosial budaya mengalami tiga masa
kemandekan sistem pendidikan politik, sosial dan budaya yang berlarut-larut.
Proklamasi Kemerdekaan Negara Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 merupakan buah
sejarah dan puncak perjalanan panjang perjuangan bangsa Indonesia. Setiap
peristiwa memiliki keterkaitan dan benang merah yang kuat antara peristiwa yang
satu dengan peristiwa yang lainnya. Momentum berdirinya berbagai organisasi
sosial politik yang dimulai dari tahun 1893 oleh Syaikh Hasyim Asy’ari dengan
pesantren Tebuireng. Pergerakan dan perlawanan baik kooperatif terorganisir
resmi sejak tahun 1901 dengan berdirinya organisasi keagamaan keturunan Arab
yakni Jami’at Kheir Rabithoel Alawijah.
Disusul dengan makin
terbukanya sikap Belanda, mulailah bermunculan banyak organisasi pemuda dan
agama seperti Syarikat Dagang Islam (SDI) tahun 1905, Budi Oetomo (1908),
Muhammadiyah (1918), Hoolf Bestuur Nahdlatoel Oelama (HBNO, 1926) dan berpuncak
dbengan Sumpah Pemuda I (1925) dan Sumpah Pemuda II (27-28 Oktober 1928),
Masyumi (1945) muara akhirnya adalah Proklamasi 17 Agustus 1945 merupakan satu
tonggak sejarah perjuangan pergerakan nasional yang monumental. Rangkaian
sejarah itu menggambarkan ikhtiar kolektif bangsa Indonesia membebaskan diri
dari imprealisme dalam rangka membangun jiwa dan raga sebagai satu bangsa,
yakni Bangsa Indonesia.
Adalah Ir. Soekarno
memandang bahwa ,”Tidak ada dua bangsa yang cara berjuangnya sama. Tiap-tiap
bangsa mempunyai cara berjuang sendiri. Oleh karena itu, pada hakekatnya bangsa
sebagai individu mempunyai kepribadian tersendiri. Salah satu karakteristik
bangsa Indonesia sebagai Negara bangsa
adalah kebesaran , keluasan, dan kemajemukannya.
Dimana Negara bangsa
Indonesia yang terdiri dari 1.128 suku bangsa dan bahasa,, 17.508 pulau yang
membentang dari Sabang-Merauke ini diperlukan sebuah kesatuan yang kokoh di
wadahi dalam bangsa persatuan yaitu Bhineka Tunggal Ika. Untuk itu diperlukan
satu konsepsi, kemauan dan kemampuan yang kuat dan adekuat (memenuhi
syarat/memadai), yang dapat menopang kebesaran, keluasan, dan kemajemukan
Indonesia.
Para pendiri bangsa
Indonesia berusaha menjawab tantangan tersebut dengan melahirkan sejumlah
konspesi kebangsaan dan kenegaraan , antara lain yang berkaitan dengan dasar
Negara, konstitusi Negara, bentuk Negara dan wawasan kebangsaan yang dirasa
sesuai dengan karakter keindonesiaan.
Bangunan kosmotalisme masyarakat
beraneka ragam ini (kemajemukan) akan terwujud bila pertama, proses
transformasi budaya, masyarakatnya harus sudah memiliki komitmen yang tinggi
atas pembersatuan yang hakiki. Langkah kedua, untuk menuju transformasi sosial
politik haruslah semakin diberdayakan pendidikan politik dan demokrasi kepada
masyarakat.Ketiga harus disadarinya bahwa kemajemukan adalah keharusan sejarah,
4 pilar demokrasi Indonesia mulai dari Pancasila, NKRI, UUD 1945 dan Bhineka
Tunggal Ika adalah sesuatu yang final meningkat seluruh komponen Bangsa
Indonesia
Upaya pemahaman sejarah
oleh warga Negara merupakan bagian dari usaha menempatkan bangsa dalam konteks
perubahan zaman yang terus berlangsung, sehingga sumber-sumber sejarah akan
dapat dijadikan sebagai pemersatu dan pengikat identitas bangsa di tengah
perkembangan hubungan dunia internasional. Setiap warga Negara harus mengetahui
gambaran sejarah Negara, sehingga Negara berkewajiban untuk sejauh mungkin
memperkenalkan visi kesejarahan dan memberikan gambaran tentang sebuah sejarah
nasional yang dapat dipahami dari generasi ke generasi. Melalui penegasan
kesejarahan nasional, identitas bangsa akan terus terpelihara dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Perjalanan bangsa
Indonesia tentu tidak bisa tidak lepas dari peran pemuda di dalamnya,
sampai-sampai ada kementrian khusus yakni Menteri Pemuda dan Olahraga yang
membawahi dan membina organisasi pemuda baik di organisasi agama, politik,
ekonomi, hukum, sosial budaya, olah raga, seni , pariwisata dan lain-lain. Ini
menandakan betapa peran pemuda tidak bisa dipandang sebelah mata.
Idealisme pemuda
dimulai saat usia menginjak dewasa (masa pubertas)
tentu menyisakan sebuah harapan sekaligus masalah di kemudian hari. Di mana
tantangan masa muda itu bila dipergunakan dengan kegiatan positip akan
melahirkan karya cipta anak bangsa, namun bila sudah tergerus oleh himpitan
kapitalisme dan hedonisme maka angka pegangguran meningkat dan kriminalitas
remaja merajalela dan hanya menyisakan pemuda sebagai sampah masyarakat.
Kesadaran perubahan
(daya kritisme pemuda) bila dikelola dengan baik melalui organisasi pemuda baik secara alamiah (evolusi) maupun yang bentukan (revolutif)
melahirkan kesadaran bersama, bahwa pemuda adalah bagian dari agent of
change arah perjalanan bangsa baik di kota maupun di desa. Peran
pemuda sangat signifikan, masih sangat banyak pekerjaan rumah yang harus di
selesaikan. Penggarapan potensi desa, misalnya ini bukan mission imposibel di mana pemuda menjadi bagian dari pembangunan
desa.
Sebagian besar konsep
pemberdayaan desa hanya membicarakan pemanfaatan sumber daya alam desa dapen
hubungan pusat dan daerah dalam masalah alokasi keuangan desa, belum menyentuh
potensi yang dimiliki para pemuda.
Adalah Ir. Soekarno
salah satu founding father Republik
Indonesia yang pernah menyatakan untuk merubah negeri ini hanya butuh sepuluh
pemuda tangguh. Pernyataan ini bukan tanpa alasan atau sekedar retorika belaka.
Dimana peran pemuda dari sejak Sumpah Pemuda sampai kemerdekaan Indonesia,
perannya tidak dapat dipandang remeh. Pemuda di manapun berada tidak dapat
dipisahkan dari sejarah perubahan. Sebab sejarah dunia terus berubah seiring
berubahnya waktu. Generasi muda sekarang akan ditanya oleh generasi muda yang
akan datang apa perannya dalam arah pembangunan bangsa ini, jika pemuda
generasi sekarang tidak mampu mengukir sejarah yang gemilang deretan prestasi
dan peranannya.
Bahkan Reformasi yang digulirkan pada 1998
itu juga peran dari mahasiswa dan pemuda yang berhasil menumbangkan regim Orde
Baru. Berbarengan dengan Sumpah Pemuda sebelum Reformasi bergulir, telah
mengalir kencang Sumpah Mahasiswa: Kami Mahasiswa Indonesia Bersumpah : Bertanah air satu, tanah air tanpa
penindasan//Kami Mahasiswa Indonesia
Bersumpah : Berbangsa satu, bangsa yang gandrung akan keadilan//Kami
Mahasiswa Indonesia Bersumpah :Berbahasa
satu, bahasa tanpa kebohongan//
Pada kondisi perubahan
sosok pemuda ibarat pahlawan, jika tidak mampu melepas label pemuda sebagai
agen perubahan maka pemuda akan berulang seperti jaman Orde Baru, hanya sebagai
stempel pembangunan, menjadi obyek bukan subjek dari perubahan. Hanya menjadi
generasi pengekor bukan pelopor. Yang terpenting dari peran pemuda adalah
pergerakan dinamika pemuda dalam arah kebangsaan dan pembangunan mempunyai bargaining position dengan pemerintah
dan parpol bahkan organisasi agama.
Pemuda dengan segenap
perangkat dan organisasi mampu mengakomodasi aspirasi politik dan peran dalam
proses demokratisasi yang lebih berani, kritis dalam mengontrol pemerintah.
Keterlibatan secara aktif dan partisipatoris akan berlangsung bila pemuda mampu
mengorganisir orang-orang muda untuk semakin kreatif apalagi bila ditunjang
juga dengan produk produk hasil karya cipta yang kreatif serta mempunyai keunggulan
baik secara kompetitif maupun kualikatif dengan pemuda bangsa lain.
Tentu itu mampu membanggakan pemuda dan harapan yang terpikul oleh generasi
pendahulu kita. Amin Amin Ya Mujibas
Sailin. (***)Aji Setiawan, penulis tinggal di Purbalingga Jawa Tengah
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Aji Setiawan,ST lahir pada Hari Minggu Wage, 1
Oktober 1978. Di lahirkan, tepatnya di Desa Cipawon, Bukateja, Purbalingga,
Jawa Tengah, Indonesia.
Menempuh pendidikan formal diawali dari Sekolah di Madrasah Ibtidaiyah II Cipawon di desa Cipawon, kemudian sesudah itu dilanjutkan ke SMP I Bukateja. Pendidikannya berlanjut ke kota kripik, tepatnya sejak 1993-1996, di SMA 3 Purwokerto.
Selepas dari Purwokerto, tahun 1996, ia pergi ke Yogyakarta dan mengambil pendidikan di Jurusan Teknik Manajemen Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia di Yogyakarta.
Baginya, pendidikan yang manusiawi justru ada di luar kampus, bukan di dalam kelas yang beku dan kaku. Justru melalui pergulatan wacana dan pergesekan dunia intelektual, ia mengasah diri untuk menyambut tugas-tugas sejarah, kelak di kemudian hari.
Sejak tahun 1997 ia mulai malang melintang di berbagai lembaga kampus, mulai dari Himpunan Mahasiswa TMI-FTI UII, Lembaga Pers Mahasiswa “Profesi” FTI, LPM “Himmah” UII, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Fakultas Teknologi Industri _UII Jogjakarta, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat KH Wahid Hasyim UII Jogjakarta, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Reformasi Korda Jogjakarta (1999-2002).
Lulus kuliah tahun Oktober 2002, kemudian bekerja di Majalah alKisah, anekayess group! tahun 2004-2007.
Menempuh pendidikan formal diawali dari Sekolah di Madrasah Ibtidaiyah II Cipawon di desa Cipawon, kemudian sesudah itu dilanjutkan ke SMP I Bukateja. Pendidikannya berlanjut ke kota kripik, tepatnya sejak 1993-1996, di SMA 3 Purwokerto.
Selepas dari Purwokerto, tahun 1996, ia pergi ke Yogyakarta dan mengambil pendidikan di Jurusan Teknik Manajemen Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia di Yogyakarta.
Baginya, pendidikan yang manusiawi justru ada di luar kampus, bukan di dalam kelas yang beku dan kaku. Justru melalui pergulatan wacana dan pergesekan dunia intelektual, ia mengasah diri untuk menyambut tugas-tugas sejarah, kelak di kemudian hari.
Sejak tahun 1997 ia mulai malang melintang di berbagai lembaga kampus, mulai dari Himpunan Mahasiswa TMI-FTI UII, Lembaga Pers Mahasiswa “Profesi” FTI, LPM “Himmah” UII, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Fakultas Teknologi Industri _UII Jogjakarta, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat KH Wahid Hasyim UII Jogjakarta, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Reformasi Korda Jogjakarta (1999-2002).
Lulus kuliah tahun Oktober 2002, kemudian bekerja di Majalah alKisah, anekayess group! tahun 2004-2007.
Ketua
Bidang Pendidikan dan Pengkaderan Gerakan Pemuda Ka’bah Kab Purbalingga
2004-2009 dan periode 2009-2014.
Staff
Ahli Fraksi Persatuan Pembaharuan Bangsa Kab Purbalingga 2012-2014.
Memutuskan
diri menjadi kontributor banyak media dari tahun 2009. Mulai dari alKisah,
Risalah NU, Media Ummat, Sufi, http://www.nu.or.id
, www.berita9online.com
, mediasantri, islampos, Suraupos,
muslimmedia, majalah tabloid online Islam ,dan
lain-lain.
Full Name: Aji
Setiawan, ST
Born: October 1, 1978
Home Address: Cipawon,
6/1, Bukateja, Central Java Purbalingga 53 382
,
Tel NO: 081229667400
E-mail: ajisetiawanst@gmail.com
Account: BANK MANDIRI:
1390010915175
Tidak ada komentar:
Posting Komentar